BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Sabtu, 31 Maret 2012

Becek di Langit Merah Kelabu

Kamis 29 Maret 2012

Pulang sekolah. Tapi nggak pulang. Kita rapat dulu di ruang multimedia. Rapat "Safari Akbar". Tepat pukul 16.30 rapat berakhir. Sore itu hujan, kita memutuskan untuk menunda perjalanan pulang. Bersinggah sebentar di kantin sekolah dengan sedikit cemilan yang menghangatkan tubuh. Kantin dan gedung sekolah itu berbeda tempat, jadi mau-tidak-mau kita harus melewati rintik hujan itu. Aku tawarin payung cuma Icha yang mau. Teman-teman yang lain sudah berlarian membilah rintik hujan merah kelabu.
Sampai di kantin nggak ada bangku yang tersisa, kantin penuh sesak. Atas usul Hikmah, kita memutuskan untuk maka bakso yang ada di depan pagar dekat masjid sekolah kita. Kecuali Aida dan Pacoi, mereka nggak suka bakso.
Hikmah dan bebeh yang memesankan bakso itu untuk kita semua. Hikmah pake payung aku. Pas Hikmah udah mau jalan pake payung, ternyata engsel payungnya itu belom kesangkut di porosnya, jadi pas dibuka, jalan, eh.. payungnya tia-tiba nutupin kepalanya Hikmah.
Sambil nunggu pesanan yang begitu lama, aku nyambi beli kue colek-colek aja. Sebenernya namanya itu kue cubit, tapi karena kita biasa beli kue cubitnya yang setengah mateng terus cara makannya itu dicolek-colek pake jari, jadi kita lebih suka nyebutnya "kue colek-colek". Kita udah pada selesai makan, tapi pacoi masih keluyuran aja ga bisa diem. Sampe makanan (ketoprak) yang dibelinya itu dimakanin anak-anak.
Waktu Azizah lagi liat-liat ke tempat wudhu laki-laki ada uang Rp 1000 ngambang, eh.. diambil sama Hikmah, terus dikasih tia-pacoi buat beli kerupuk pangsit. Krupuknya kita makan bareng-bareng deh. Terus nemu lagi, eh dibeliin kerupuk lagi. Kita dari tadi udah makan banyak tapi belum minum sama sekali. Akhirnya setiap dari kita sumbangan Rp 1000 buat beli minum.
Selesai itu kita ganti rok putih, pake celana olahraga, karena takut rok putihnya kena cipratan dari becek di langit merah kelabu. Waktu lagi pada ganti celana di tempat wudhu perempuan difotoin sama si Hikmah. Abis itu Hikmah lari, eh... kepeleset.

17.30 Hujan pun berangsur reda. Kita pulang. Mungkin bagi kalian yang baca entri singkat cerita ini nggak seru/biasa aja ceritanya, tapi bagi kita yang ngalamin ini seru dan menarik.Keep fun story.

Rabu, 21 Maret 2012

#SehariMenulisdiBlog #Malam


Selamat Malam.

Malam selalu jadi milikku. Malam selalu panjang untukku dan mereka bintang-bintangku. Malam selalu menginspirasiku. Dimana aku bersatu dengan semua imajinasi yang membawa bintang-bintang itu untukku, membuatku mampu membuat rasi itu sesukaku.
Malam selalu menenangkanku. Dimana saatnya aku berdamai dengan segala keresahan, kerisauan, kesedihan, keingintahuan yang tidak terjawab, dan keganjilan peristiwa yang menyisakan sesak di pernasafan.
Malam memang tidak sesedap kecap, tidak se so nice sosis, dan tidak mencerahkan hari-harimu seperti nivea, tapi malam milikku, selalu jadi milikku.
Malam adalah kesimpulan dari fajar dan senja. Kesimpulan untuk berdamai.
Selamat tidur.

#Finished

#SehariMenulisdiBlog #Sore


Selamat Sore.

Sore ini aku lalai dalam banyak hal. Banyak. Yang paling menghawatirkan itu lalai menjalankan sholat! Gara-gara asik online aku jadi gak menghiraukan suara adzan yang memanggil, dan akhirnya baru sholat ashar jam 16:15 :(
Yang kedua, lalai nyiapin buku pelajaran buat besok, (buku?) ya, hari ini adalah hari terakhirku libur.
Yang ketiga, lalai negrjain PR Matematika. Ini yang paling aku heranin, biasanya aku selalu suka sama hal yang berbau ngitung. Kenapa sekarang jadi males?
Sampe ketiga dulu yaa.. aku bingung kenapa akhir-akhir ini aku beda? Ga kaya Mufi biasanya. Apa ini berhubungan dengan kata ‘hilang’? sebegitu besarkah pengaruhnya? Pepatah pernah bilang “cinta itu adalah energi”, jadi kalau hilang?
Lampu menghasilkan cahaya karena energi yang diterimanya dari arus listrik. Pepohonan tumbuh karena energi yang ia serap dari sinar matahari. Mereka mempunyai energi tapi aku hilang. H-i-l-a-n-g.

#SehariMenulisdiBlog #Siang

Selamat Siang. 

Dari kepulan asap bus kota yang menghiasi trotoar (menghiasi?), hara rieuh Kota Jakarta dengan ciri khasnya m-a-c-e-t, kegaduhan terminal kota yang ditampilkan oleh para preman jalanan (tampil?), tapi dari semua itu banyak prestasi dari anak-anak Indonesia. Pekerjaan mereka tidak sulit, tidak juga berat, melainkan pekerjaan yang menyenangkan bagi dirinya maupun orang lain, yakni para musisi jalanan yang lebih akrab disebut pengamen. P-e-n-g-a-m-e-n. Menyanyi? Bermain musik? Ya, itulah yang mereka lakukan. Jangan salah loh, mereka itu tidak kalah terampil dari desaigner terkenal (?), mereka terampil bermain gitar sambil menyanyi, bermain drum, biola, harmonika, suling, rebana, dan yang paling penting itu adalah terampil mengambil hati para penumpang demi sebuah koin rupiah diterimanya.
Kebayang gak gan kalo kalian lagi pada pulang sekolah naik bus kota, capek, panas, laper, pusing ngeliat macet, ehh... tanpa surat kontrak dan perjanjian satu-dua musisi itu menghambur naik ke bus (karena emang mereka gak punya cp -_-) yang sedang kita tumpangi, lalu menyanyikan sebuah lagu yang  merdu? Hah.. rasa capek, panas, laper, pusing, hilang sekejap hanya dengan mendengar nyanyian merdu. Gratis lagi. Itu yang pernah aku rasain sepulang sekolah, tapi inikan siang? Ya, aku habis dari mall terdekat, biasa ke toko buku. Sangat disayangkan para musisi yang aku tunggu-tunggu di Bus Metro Mini Blokm - Ragunan itu tak kunjung datang. Jadi perjalan aku siang ini datar aja gan, ga ada sensasinya. Sampai di rumah berkesiap mengambil gitar.

#SehariMenulisdiBlog #Pagi

Selamat Pagi

Diantara potongan dua puluh empat jam dalam sehari, bagi Tegar pagi adalah waktu paling indah. Tegar? Dia tokoh favoritku dalam novel yang kubaca pagi ini. Tegar ialah dia yang yang selalu tegar disaat segala kesempatan dan harapan dari kata 'cinta' yang bersemai di hatinya hilang. Yang selalu ikhlas menerima kalimat "Tidak akan pernah ada mawar yang tumbuh di tegarnya karang". Tidak pernah mencoba melupakan, tapi berdamai dengan segala persaan. Menyibukkan diri dengan segala aktivitas demi mengikiskan sebuah kesedihan yang dalam, teramat dalam malah.
Pagi ini aku mendapatkan sebuah pelajaran hanya dengan sepotong kalimat dari seorang Tegar; "Bukan melupakan, tapi berdamai dengan segala perasaan".
Pagi ini tersa berbeda, angin buritan berlomba-lomba mencari celah ventilasi tiap rumah demi menebarkan kesejukan. Sangat disayangkan pagi ini tidak begitu cerah. Pagi ini teduh. Mungkin karena hujan semalam. Namun tetap saja pagi selalu indah bagi Tegar.

Jumat, 16 Maret 2012

Insomnia

Ku tengok aquila sebentar di pelataran balkon, rasi bintang itu sedang sibuk meninabobokan rembulan. Titik-titik cahaya langit yang indah, memang terlihat seperti ribuan titik tapi sebenarnya bintang-bintang itu besar. 

Sudah selarut ini jari-jariku masih menari-nari di atas kertas dengan sebilah pensil. Tubuhku terpekur di atas kasur, menafsirkan apa yang menelisik pikiranku. Kosong. Aku tidak pernah terbiasa dengan hal ini, sudah selarut ini dua mata bolaku belum bisa terpejam. (Aku berkaca) hai kelopak mata! Apa kau tidak lelah terus membuka diri? Apa kau tidak tega dengan kornea yang terus bekerja menerima pantulan cahaya dari benda-benda sekitar? Apa kau akan terus membiarkan retina selalu bersikap siaga atas cahaya yang kornea terima? Apa kau setega itu?

Sel-sel otakku lelah, dia butuh istirahat untuk menenangkan syaraf-syaraf yang tegang. Aku mohon biarkanlah gelombang alfa menuju kebagian gelombang delta yang menenangkan, tanpa gerakan resah 10x berputar dalam waktu satu jam. Dalam keadaan tidur tanpa mimpi.

Membenarkan posisi tubuh, memeluk teman tidur (teddy bear).
"Bismika Allahumma ahya wa bismika wa 'amud"

Short Message Sending

Aku ingat sekali dimana pertama kali kita saling mengenal, apakah itu suatu 'kesempatan'? Apakah suatu 'harapan'? Aku juga tidak tau sejenis apa itu, yang pasti kau adalah kaka kelas yang baik.
Bukankah saat itu kita sangat dekat? Bertukar buku itu sudah tidak asing bagi kita. Berlama-lama dalam kedekatan seperti itu membuat sesuatu yang berbeda datang. Apa? Usahlah kau tanyakan itu. Semua itu berubah menjadi tegangan arus listrik yang tinggi. Menyadarinya akupun tidak takut, karena perangaimu memang pantas untuk dikagumi. Namun, ada terlintas suatu pertanyaan yang menggebu-gebu, adakah kau seperti aku? Sudahlah tak usah berlama-lama dalam keyakinanku, bukan aku! Bukan aku! Bukan aku! Aku biasa saja menemukan fakta itu, tapi kenapa bulir air itu jatuh ketika kau hendak pergi? Terhapuskan, karena komunikasi itu masih terjalin walau kau sudah tidak di sekolah 'kita' yang merangkap menjadi kata 'aku'. Ya sekolahku, kau sudah lulus entah berada di hamparan dunia belah mana.
Jum'at, 20 Januari 2012 [sesuatu yang membahagiakan]
Kau menelponku bukan? Sungguh aku tidak mengerti apa maksudmu. Sekali lagi aku yakinkan hatiku, bahwa aku bukanlah pemilik tempat di hatimu. Apakah kau tahu arti dari kata 'melupakan'? Setahun berlalu aku sudah bisa melakukan itu, tapi telpon ituuu...
Sabtu, 10 Maret 2012 21:37:32 [akhir dari semua ini]
Malam itu kita berkirim pesan, saling menanyakan kabar satu sama lain. Tapi kenapa tiba-tiba sampai di pokok pembicaraan soal ini? Dia berkata "Udah kamu cari yang lain aja selain kakak, hati kakak udah buat orang lain sejak kelas satu. Sekarang kamu belajar nahan diri aja, banyak cowok selain kaka. Dari pada kamu capek mikirin kakak, kakak udah sayang dia." what??? Padahal aku cuma mengirim "kangen sama kaka" kenapa balasannya seperti itu? Memikirkanmu? Oh itu salah besar! Lalu apa reaksiku saat itu? "BIASA SAJA" sedih? Tidak. Apakah kau tau kini dirimu tinggallah kenangan untukku? Aku sudah bisa melakukan itu, melakukan apa? Melupakanmu. So is never mind for me, karena saat ini aku sudah bisa mengalihkan haluan kapal hatiku di pelabuhan lain dan itu bukan kamu. Dia seusia denganku. Aku yakin itu akan menjadi hari terakhir dimana kita saling berkirim pesan.

Kamis, 15 Maret 2012

Tentang Pilihan

Apa sih yang kalian tau tentang pagi?
Pagi, awal waktu yang indah untuk memulai hari, seiring embun menggelayut di ujung dedaunan, bersama kabut yang mengambang di persawahan. Diiringi kaki-kaki kecil anak-anak sekolah yang hendak berangkat melintasi kaki gunung.
Pagi, dimana jutaan harapan baru ditebarkan di tubir langit impian, senyum-senyum baru itu mulai merekah sebagai simbolis penyemangat diri. Pagi yang cerah nun indah, tapi kenapa ada awan hitam menggumpal di rumah ini? Rumah? Bukan! Tapi kamar. Ya benar, awan hitam itu menggumpal memenuhi langit-langit kamarku.
Pagi, dimana aku berdiam kaku di sudut kamar dengan tatapan kosong. Tunggu! Tatapan kosong itu memantulkan sesuatu yang berkecamuk di pikiranku. Tentang pilihan. Merenta-renta berpadu dengan perasaan yang penuh dengan tanda tanya, aku ingin diakui! Apakah ini suatu perasaan yang 'real' keberadaannya? Bahkan 2 pekan lalu aku baru menyadarinya.
Tapi kenapa hal ini membuat bagian unsur di hatiku meregang? Apakah hasrat ingin memiliki itu ada? Kurasa tidak! Karena aku menyukaimu dengan kedewasaanku. Aku bukan anak kecil, jika melihat mainan yang ia suka langsung bilang ke mama agar dibelikan mainan tersebut agar anak kecil tersebut dapat memiliki mainan tersebut dengan segera dan jika tidak dibelikan ia menangis. Rasaku padamu bukan layaknya Ranking 1 yang sangat aku harapkan dan menjadi suatu tuntutan untuk mendapatkannya. Rasaku padamu bukan kalimat syahadat yang harus dinyatakan "tiada Tuhan selain Allah, Nabi Muhammad utusan Allah".
Apa? Kau bertanya padaku? Seperti apa aku menyukaimu?
Aku menyukaimu seperti aku.
Apa lagi? Kau masih bertanya? Apa yang kumaksud dari 2 pasang kata 'seperti aku'?
Menyukaimu seperti aku, seperti aku menyukaimu dengan caraku.
Suka, kau tau kenapa hanya kata 'suka' yang tersampir disana? Karena kata 'sayang' sudah ada yang menempati, dia yang lebih lama. Jika ini membicarakan tentang pilihan, haruslah kau sadar.. apakah jabatanmu sebagai pemilih? Kau salah, karena aku tidak minta dipilih. Jika ini membicarakan tentang perasaan, maka ini tentang luluh bukan tentang apa/siapa yang lebih lama.

Bukankah hal ini sederhana? Walaupun membuat hatiku lebur. Apa karena dia yang menyatakannya lebih dulu maka tidak pernah ada kesempatan untukku? Kenapa cinta tidak seperti tes masuk Perguruan Tinggi? Semua orang menyatakannya bersama-sama, maka yang bersangkutan memutuskan.
Jika kau pernah mendengarku berkata "saya lebih pantas untuk kesedihan yang lebih penting", bukan berarti dirimu tidak penting, apa kau tidak teliti dengan kata 'lebih' pada kalimat itu? Kau penting untukku, tapi ada yang lebih penting. Seperti orangtua, sahabat? Dan bukan tidak pantas aku sedih karenamu, tapi aku bukan seorang wanita yang suka berdiam lama dalam raut kesedihan dan menikmati kegalauan. Aku hanya suka berdiam pada hal-hal yang penting, yaitu kamu.
15 Maret 2012 Akhirnya bulir air itu jatuh. Terima kasih Ya Allah kau memberiku airmata untuk menangis di ujung kesedihan yang aku tutupi selama ini.
Tenang saja, aku akan melupakanmu semampuku, sisanya akan kuserahkan pada waktu. Karena waktu yang selalu berbaik hati menghapus kesedihan.

Aku

Aku adalah M
Aku adalah U
Aku adalah F
Aku adalah I
Aku adalah MUFI
Dengan tanggisan awalku melihat dunia
Dengan adzan awalku mendengar dunia
Dengan kasih sayang mereka awalku mempelajari dunia
Dunia metropolitan, bertanggal dua akar dua lima dibagi lima puluh ditambah sepuluh dikali dua dikurang empat dikali dua dikurang dua puluh ditambah delapan dibagi dua ditambah empat belas November 1995